Pages

Saturday, June 4, 2011

Bila jari-jari ku menari...

Lama sudah jari jemariku tidak menari di atas pentas-pentas petak yang berwajahkan abjad A-Z. Bila kalimah tidak bertitah, maka yang jadinya adalah lisan yang digerakkan oleh tangan-tangan yang naik dan turun. Sudah lama jari ini tidak menari, merasai akan gerakan yang adakalanya tiada henti. Ingin ku berlaung kata tetapi terjerat; hanya ini bisa dijadikan gerakan lisan yang mencerna dan mewacanakan akal yang terbeku kian berpurnama lamanya.


Gerak tari susun mengikut tercerna minda dalam warkah ku tulis. Puitis bunyinya tetapi bisa dijadikan percikan nadi yang ku hidupkan dalam tulisan ini. Hati berwajahkan lembutnya seperti air yang mengalir. Minda pula berwajahkan batu-batu terhampar di tepi pantai. Kalau minda ini sepadan dengan hati yang seangkatan jalannya, nescaya ianya melalui jalan yang sama. Kalau duanya mengikut jalan berbeza; satunya di kiri dan satunya di kanan, mana bisa ku cantumkan menjadi sepadu dalam persetujuan. Tidak satu pun yang menjadikan ia sama.


 Namun hatiku gembira kerna bisa menjadikan ini sebuah warkah, dibaca dan diertikan sirat yang bertalikan daripada tunjang akar. "Rambut sama hitam, hati lain-lain", manusia berbidal kerana teguhkan satu panduan. Aku seperti narrator yang berkarektorkan wajah bertalam. Hanya yang benar saja bisa merungkai surat dan sirat yang merantai pintu gerbang hati ku. 


Itu hal tika ku bertitah dalam hati dan ku salurkan ke jariku untuk disusun tarinya supaya bergerak dansanya. 


Kini pula aku merungkai soal hati. Adakalanya bisa saja ku berada di awang-awangan melihat dunia fantasiku dijadikan realiti. Aku selalu berfantasikan sesuatu yang indah yang mana halnya adalah kecintaan terhadap wanita. Aku mengerti bahawa diriku mudah terperangkap jerat asmara. Asmara itu membara tapi bisa terpadam sekiranya ku biarkan angin yang memadamnya. Tidak pasti akan diri yang adakalanya bara asmara semarak seperti api yang menjulang. Hal itu pasti terjadi bila ku temu wanita. Ku mudah tidak keruan, tapi bisa ku kawal.


Jerangkap asmara telah banyak ku terlepas, kerna belum ada yang bertakhta dalam hati. Tapi jika aku ketemu jodohnya, bisa saja ku terima. Hati ini masih terdetik untuk menanam bunga yang subur di taman dan akan ku sirami dengan air. Setiap titis yang turun menunjukkan ikhlasnya ku menjaga perhubungan. Hatiku adalah setia pada satu, itulah janji pada diri. Jika bunga keharuman itu dipetik, aku redha kerna masih banyak menantiku. Aku masih belum ketemu sinarnya tapi aku benar-benar menantikan ada kuntuman yang ku lihat adalah dirasakan istimewa di mataku... 

No comments:

Post a Comment